Perbankan Nasional
Dikangkangi Asing, Mafia Kerah Putih di Bank Indonesia?
·
Thursday, March 31,
2011, 21:36
Bobolnya dana nasabah Citibank hingga
Rp 17 Miliar membuktikan kejahatan kerah putih semakin inovatif dan berani. Itu
berarti, masalah sesungguhnya berada di pengawasan internal Citibank maupun di
Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas eksternal. Ironisnya, BI sering tidak
mampu mengungkap kejahatan lebih awal.
SEDERET kasus korupsi perbankan yang
terjadi di Indonesia membuktikan praktik mafia perbankan memang benar-benar
terjadi di Bank Indonesia. Ambil contoh, kasus aliran dana YPPI senilai Rp 100
miliar ke sejumlah anggota DPR pada 2008 yang turut melibatkan mantan Gubernur
Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dan Deputi Senior Gubernur BI Aulia Pohan.
Bukan itu saja, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang juga
melibatkan pejabat Bank Indonesia.
Sehingga, ada benang merah yang dapat ditarik
dari sederetan kasus korupsi ini, yakni praktik korupsi dan pembobolan dana
nasabah tidak lepas dari keterlibatan sejumlah pejabat penting di BI.
“Pembobolan dana nasabah di Citibank
membuktikan kejahatan kerah putih semakin inovatif dan berani. Tentunya, ini
bersumber dari lemahnya pengawasan BI itu sendiri,” tegas aktivis buruh Timboel
Siregar kepada Monitor
Indonesia, Kamis (31/3/2011).
Makin longgarnya pengawasan oleh BI juga
semakin membuat keyakinan permainan mafia yang seluruhnya dikendalikan asing
semakin terlihat nyata. Akibatnya, kepemilikan asing di perbankan Indonesia
sudah semakin merajalela.
Berdasarkan data per 31 Desember 2009 saja,
dari 10 bank besar yang mengusai 66 persen dari pangsa pasar sudah dimiliki
asing. Sementara hanya empat bank terbesar yang berasal dari bank-bank BUMN.
Hanya satu saja dari 10 bank besar tersebut yang merupakan bank swasta
nasional.
Dari laporan keuangan yang dipublikasi BI
tercatat per 31 Desember 2009, pangsa pasar aset bank asing dan Join Venture
(JP) sudah mencapai 45,21 persen atau bertambah dari posisi tahun 1999 yang
hanya 11,6 persen.
Sedangkan pangsa pasar aset yang dimiliki
lokal semakin menyusut. Misalnya, bank BUMN pangsa pasar asetnya berkurang dari
49,5 persen menjadi hanya 38,5 persen. Sementara bank umum swasta nasional
turun dari 36,2 persen menjadi 8,5 persen.
Bukan itu saja, dari sisi pangsa pasar kredit,
asing dan JP juga naik dari 20,3 persen menjadi 44,6 persen, sedangkan Bank
Umum Swasta (BUSN) Domestik turun dari 23,4 persen menjadi 9,5 persen,
sementara bank BUMN turun dari 53,2 persen menjadi 37,6 persen.
KOMENTAR
:
Kasus
kerah putih seperti ini bukanlah hal baru yang kita dengar dan kita temui tapi
banyak sekali kejahatan kerah putih ini terjadi di Indonesia. Jadi tidak salah
jika ada orang yang mengatakan bahwa kejahatan kerah putih atau semacamnya itu
sudah menjadi karakter bangsa kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan
adalah kejahatan kerah putih ini dilakukan oleh golongan yang memiliki
kedudukan dan orang-orang yang terpelajar. Semakin hari kejahatan kerah putih
sudah memasuki di semua area dari institusi, perbankan dsb.
Kejahatan
kerah putih seperti contoh diatas merupakan salah satu bukti bahwa adanya
kelemahan pengawasan dari Bank Central Indonesia yaitu BI selain itu juga
adanya peluang untuk melakukannya. Kasus kerah putih pembobolan dana ini sangat
merugikan negara terutama masyarakat. Kejadian seperti ini juga berdampak pada
kepercayaan masyarakat pada Bank di Indonesia. Masyarakat pada saat ini cukup
pintar dalam menganalisis segala hal, dengan adanya kasus ini maka masyarakat
akan berfikir beberapa kali unutk menaruh uang di bank. Seharusnya pemerintah
bisa bertindak secara tegas dalam menyelesaikan masalah ini selain itu juga
masyarakat harus ikut andil dalam memberantas kejahatan kerah putih ini. Lebih
bagus dari segala aspek dibenahi mulai dari SDM hingga ke sistemnya itu sendiri
sehingga negara kita akan maju dan tidak diremehkan lagi oleh negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar