Senin, 21 Januari 2013

Kasus Kerah Putih


Perbankan Nasional Dikangkangi Asing, Mafia Kerah Putih di Bank Indonesia?
·        Thursday, March 31, 2011, 21:36
Bobolnya dana nasabah Citibank hingga Rp 17 Miliar membuktikan kejahatan kerah putih semakin inovatif dan berani. Itu berarti, masalah sesungguhnya berada di pengawasan internal Citibank maupun di Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas eksternal. Ironisnya, BI sering tidak mampu mengungkap kejahatan lebih awal.
SEDERET kasus korupsi perbankan yang terjadi di Indonesia membuktikan praktik mafia perbankan memang benar-benar terjadi di Bank Indonesia. Ambil contoh, kasus aliran dana YPPI senilai Rp 100 miliar ke sejumlah anggota DPR pada 2008 yang turut melibatkan mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dan Deputi Senior Gubernur BI Aulia Pohan. Bukan itu saja, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang juga melibatkan pejabat Bank Indonesia.
Sehingga, ada benang merah yang dapat ditarik dari sederetan kasus korupsi ini, yakni praktik korupsi dan pembobolan dana nasabah tidak lepas dari keterlibatan sejumlah pejabat penting di BI.
“Pembobolan dana nasabah di Citibank membuktikan kejahatan kerah putih semakin inovatif dan berani. Tentunya, ini bersumber dari lemahnya pengawasan BI itu sendiri,” tegas aktivis buruh Timboel Siregar kepada Monitor Indonesia, Kamis (31/3/2011).
Makin longgarnya pengawasan oleh BI juga semakin membuat keyakinan permainan mafia yang seluruhnya dikendalikan asing semakin terlihat nyata. Akibatnya, kepemilikan asing di perbankan Indonesia sudah semakin merajalela.
Berdasarkan data per 31 Desember 2009 saja, dari 10 bank besar yang mengusai 66 persen dari pangsa pasar sudah dimiliki asing. Sementara hanya empat bank terbesar yang berasal dari bank-bank BUMN. Hanya satu saja dari 10 bank besar tersebut yang merupakan bank swasta nasional.
Dari laporan keuangan yang dipublikasi BI tercatat per 31 Desember 2009, pangsa pasar aset bank asing dan Join Venture (JP) sudah mencapai 45,21 persen atau bertambah dari posisi tahun 1999 yang hanya 11,6 persen.
Sedangkan pangsa pasar aset yang dimiliki lokal semakin menyusut. Misalnya, bank BUMN pangsa pasar asetnya berkurang dari 49,5 persen menjadi hanya 38,5 persen. Sementara bank umum swasta nasional turun dari 36,2 persen menjadi 8,5 persen.
Bukan itu saja, dari sisi pangsa pasar kredit, asing dan JP juga naik dari 20,3 persen menjadi 44,6 persen, sedangkan Bank Umum Swasta (BUSN) Domestik turun dari 23,4 persen menjadi 9,5 persen, sementara bank BUMN turun dari 53,2 persen menjadi 37,6 persen.

KOMENTAR :
Kasus kerah putih seperti ini bukanlah hal baru yang kita dengar dan kita temui tapi banyak sekali kejahatan kerah putih ini terjadi di Indonesia. Jadi tidak salah jika ada orang yang mengatakan bahwa kejahatan kerah putih atau semacamnya itu sudah menjadi karakter bangsa kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan adalah kejahatan kerah putih ini dilakukan oleh golongan yang memiliki kedudukan dan orang-orang yang terpelajar. Semakin hari kejahatan kerah putih sudah memasuki di semua area dari institusi, perbankan dsb.
Kejahatan kerah putih seperti contoh diatas merupakan salah satu bukti bahwa adanya kelemahan pengawasan dari Bank Central Indonesia yaitu BI selain itu juga adanya peluang untuk melakukannya. Kasus kerah putih pembobolan dana ini sangat merugikan negara terutama masyarakat. Kejadian seperti ini juga berdampak pada kepercayaan masyarakat pada Bank di Indonesia. Masyarakat pada saat ini cukup pintar dalam menganalisis segala hal, dengan adanya kasus ini maka masyarakat akan berfikir beberapa kali unutk menaruh uang di bank. Seharusnya pemerintah bisa bertindak secara tegas dalam menyelesaikan masalah ini selain itu juga masyarakat harus ikut andil dalam memberantas kejahatan kerah putih ini. Lebih bagus dari segala aspek dibenahi mulai dari SDM hingga ke sistemnya itu sendiri sehingga negara kita akan maju dan tidak diremehkan lagi oleh negara lain.